Setiap kita kembali kepada daerah yang lebih kita anggap sebagai daerah asal – meskipun itu bersifat relatif – yang kita rasakan adalah sama, yaitu ketenangan, kebahagiaan dan kesenangan.
Lalu pernahkah kita membayangkan saat kita kembali kepada suatu tempat yang paling berhak untuk kita sebut sebagai daerah asal kita, yaitu di akherat?
Rindukah kita pada akherat kampung halaman kita?
Saya menunjukkan contoh aplikasi database yang saya buat untuk sebuah Pemda.
N: “Ini contoh aplikasi dari Pemda X. Sebagai gambaran saja. Kira-kira mirip seperti ini nantinya”
A: “Wah dari X? Saya asalnya dari X lho”
N: “Wah mbak, Pemda X itu klien saya yang paling rewel lho. Bener! Permintaannya macem2, aneh2, dan sering menjengkelkan. Pejabat2nya juga… Hhh… parah pokoknya. Tanya saja ke siapa yang pernah kerjasama dengan Pemda X, mesti komentarnya sama...”.
Hingga beliau melihat pojok dari tampilan aplikasi, sebuah nama dari salah satu Tim Aplikasi Database.
A: “Itu pak B ya?”
N: “Iya, kenapa? Njenengan kenal?”
A: “Iya. Pak B dari Kampus U** kan?”
Lalu saya teringat cerita Pak B bahwa ada ibu dari mahasiswinya yang menjadi pegawai di Pemda X. yang duduk di kursi dekat pintu menghadap ke timur.
N: “Oh, njenengan dari U**?”
A: “Iya”
N: “Ee… maaf, Ibu-e njenengan pegawai di Pemda X?”
A: (Tersenyum)
N: “Oh… Maaf…”
…
(Pantes sampai sekarang ga ada kabar jadi pesen apa ngga’)
Cahaya semakin mengecil, menjauh…
Suara semakin sepi, hening…
Ruang semakin hampa, kosong …
Kulihat mereka di kejauhan
Dalam benderang cahaya
Menemukan jalannya
Menatap dengan keyakinan
Aku masih disini
Dengan lentera yang hampir padam
Aku bingung
Ada apa dengan langkahku
Ada apa dengan lenteraku
Ada apa dengan ruangku
Langkah terseok
Bangkit saat sayup terdengar suara
Memanggil dari ujung sana…
Menutup langit dari pandangan
Jemarinya terselip diantara pepohonan
Membisikkan misi dari Tuhan
Pusat bimasakti memamerkan cahayanya
Melukis garis tegas diantara dedaunan
Kehangatannya menerpa makhluk berakal
Mengiringi kesibukan mencari sambung hidupnya
Saat makhluk bersayap berdzikir
Keluar dari sarang berharap pulang kenyang
Hanya makhluk yang bisa berfikir
Terkadang lupa ia harus pulang
Saya merasa ‘mangkel’. “Bener2 ga professional ini sekolahan. Ekstra diliburkan kok gurunya tidak diberi tahu”. Lalu saya ambil HP dan saya telpon Kepala Sekolah. Saya ingin klarifikasi. Berkali-kali saya telpon jawabannya selalu saja mailbox. Dengan perasaan campur aduk, akhirnya saya putuskan untuk pulang saja.
Sebelum pulang saya mampir ke rumah kakak saya yang kebetulan dekat dengan sekolah tempat saya mengajar. Lalu saya menceritakan kejadian tadi kepada kakak saya. Setelah mendengar cerita saya, kakak saya malah tertawa. Saya bertanya kenapa dia tertawa. Dia menjawab “Sekarang kan tanggal merah”
Musim hujan mungkin terasa panas. Dirasakan dan dikeluhkan orang2 kantoran yang bekerja di balik meja. Tapi bagi seorang petani dan kuli macul ‘sawah’ seperti saya merupakan waktu yang tepat untuk mengolah sawah untuk ditanami padi biar bisa panen pada musim itu.
Jika musim kemarau datang, mungkin saya tidak bisa menanam padi seperti layaknya para pemilik atau pengolah sawah irigasi. Tapi saya menanaminya dengan tanaman lain yang tidak memerlukan curahan air hujan. Ya mungkin ketela, atau apalah. Mesti muter otak biar sawah bisa menghasilkan.
Bagi seorang kuli macul sawah seperti saya, merupakan impian punya sawah sendiri. Yah walaupun masih nguli macul di sawah orang lain, paling tidak saya punya pekarangan kecil yang bisa dimanfaatkan. Siapa tahu dengan memaksimalkan pekarangan sendiri, kelak bisa diperluas, dan menjadi juragan sawah atau tuan tanah yang bisa membantu orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Sekarang sudah ada robot yang diperintah manusia melalui pikiran. Jadi manusia tinggal berfikir melambaikan tangan maka robot akan melambaikan tangannya. ASIMO yang sudah mempublikasikannya.
Saya memahami bahwa semakin sederhana perintah yang diberikan kepada alat tersebut, maka semakin rumit teknologi, atau program yang ada dibalik kesederhanaan itu. Karena step-step yang seharusnya dikerjakan manusia itu dilakukan oleh alat tersebut. Sepengetahuan saya teknologi paling canggih produk manusia yang sudah terealisasikan ya itu tadi, robot dengan perintah pikiran.
*****
Lalu saya teringat guru ngaji saya menjelaskan.. kalau nanti kita di syurga itu segala fasilitas ada. Bahkan saat pikiran kita belum sempat menginginkannya, fasilitas atau sesuatu itu sudah muncul di hadapan kita.
That is The Great technology
Rumus di atas yang (seingat saya) pertama kali saya dapatkan di SMA dulu, baru akhir-akhir ini saya dapat memahami rumus tersebut. OK, mari kita ingat bersama.
W= usaha (Nm) atau (Joule)
F= gaya (N)
s=jarak (m)
Usaha adalah hasil perkalian dari gaya dan jarak atau perpindahan. Semakin jauh jarak atau perpindahannya maka gaya atau tenaga yang kita butuhkan semakin banyak.
...
Nah dalam hidup kita, sesungguhnya keberhasilan dari usaha kita adalah sejauh mana perubahan itu terjadi dalam hidup kita. Sedangkan kita tahu yang diajarkan Rosululloh bahwa hari ini kita harus lebih baik dari hari kemarin. Jika hari ini sama dengan hari kemarin artinya kita rugi, dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin artinya kita celaka.
Jadi, jika s=0 m, maka:
W=F.0
W=0 Nm
Berapapun tenaga kita keluarkan, sama saja. Usaha kita sia-sia.
Apa lagi jika nilai s minus (-). Maka usaha kita mengalami kemunduran. Celaka.
Maka dari itu wahai Sahabat, jadikan hidup kita lebih bermakna. Jadikan detik demi detik waktu kita yang masih tersisa, untuk mencari bekal kembali kita kepada-Nya.
Never ending improvement
Beberapa masa yang lalu, waktu kami mengadakan kegiatan di sebuah Sekolah di Jogja, aku mendapat pelajaran berharga.
Waktu aku dan teman-temanku sedang terlelap tidur karena capek di sesi hari pertama, terjadi sesuatu pada salah seorang dari temanku. Ia tertidur pulas. Dan di dalam jaketnya yang sedang ia pakai, ada ular sedang meliuk liuk di antara jaketnya. Ular itu -yang memang tidak terlalu besar- keluar masuk ke jaket yang di pakainya.
Kami sempat panik, karena dari bentuk kepala ular itu terlihat kalau itu ular berbisa. Karena temanku itu memang terlalu capek, dia tidak merasakan itu. Mungkin malah merasa seperti di elus-elus. Temanku sempat bergerak dari posisi tidurnya. Aku khawatir kalau ular itu merasa terancam karena tertindih lalu menggigit temanku.
Aku sempat berfikir, kalau dia aku bangunkan bisa jadi ia akan kaget dan ularnya akan mematuk temanku. Kalau ular itu aku pukul dengan kayu, bisa jadi tidak kena, malah membuat temaku kaget, dan ular itu mematuk temanku juga. Tapi kalau tidak aku bangunkan ular itu akan terus ada di jaketnya dan mengancam keselamatan temanku. Aku menjadi bingung. Semua pilihan memiliki resiko. Akhirnya kami putuskan untuk memukul ular itu kalau ia nongol dari jaket temanku.
Dan alhamdulillah, setelah hampir setangah jam ular itu berkeliaran di dalam jaket yang ia pakai, akhirnya keluar dan pergi juga dengan sendirinya.
****
Begitulah... Aku jadi merasakan, betapa sulitnya mengingatkan sahabat kita yang sedang dalam kelalaian, sedang berbuat kesalahan. Perlu keterampilan dari kita untuk mengingatkan sahabat kita agar bisa menyingkirkan kelalaian atau kesalahan itu dari dirinya. Jika cara kita salah, kita malah akan menyakiti teman kita, bahkan mungkin kelalaian atau kesalahan itu malah tidak berhasil kita usir dari dirinya.
Beberapa titik rawan yang saya rasakan adalah:
1.Jalan magelang, depan stasiun TVRI.
2.Jalan colombo, depan GOR UNY.
3.Jalan Jogja-solo Km.8, timur Ringroad sampai Bandara Adisucipto.
Paling tidak jalan jalan itulah jalan rawan yang sering saya lalui.
Yang saya rasakan ketika melewati jalan tersebut adalah kepala pusing dan rasa mual, karena bau yang menyengat dari buah yang dijual para penjual buah... durian.
Hingga seorang teman dalam list YM ku menyapaku. "Apanya yang lagi mendung?". Aku pun menjawab dengan lugunya "Jogja sedang mendung. Langitnya".
"Oh, kirain lagi ada yang patah hati..."
Lalu aku berfikir, adakah arti dalam kalimat tersebut yang berhubungan dengan patah hati..