News & Updates

Kembali

Setiap saya kembali ke jogja dari tempat saya pergi – entah karena urusan pekerjaan ataupun urusan yang lain – selalu saya rasakan sebuah kesenangan. Kembali kepada lingkungan yang membuat kita merasa lebih nyaman. Ada rasa yang membuat keletihan dan kelelahan menjadi terabaikan dengan telah berlalunya beban misi yang dilaksanakan.

Setiap kita kembali kepada daerah yang lebih kita anggap sebagai daerah asal – meskipun itu bersifat relatif – yang kita rasakan adalah sama, yaitu ketenangan, kebahagiaan dan kesenangan.

Lalu pernahkah kita membayangkan saat kita kembali kepada suatu tempat yang paling berhak untuk kita sebut sebagai daerah asal kita, yaitu di akherat?
Rindukah kita pada akherat kampung halaman kita?

Oh… Maaf…

Satu saat saya dimintai tolong oleh seseorang untuk membuatkan aplikasi data base. Beliau kenal saya dari teman saya. Hingga saya diminta untuk men-demo-kan sedikit tentang aplikasi yang saya buat.
Saya menunjukkan contoh aplikasi database yang saya buat untuk sebuah Pemda.

N: “Ini contoh aplikasi dari Pemda X. Sebagai gambaran saja. Kira-kira mirip seperti ini nantinya”
A: “Wah dari X? Saya asalnya dari X lho”
N: “Wah mbak, Pemda X itu klien saya yang paling rewel lho. Bener! Permintaannya macem2, aneh2, dan sering menjengkelkan. Pejabat2nya juga… Hhh… parah pokoknya. Tanya saja ke siapa yang pernah kerjasama dengan Pemda X, mesti komentarnya sama...”.

Hingga beliau melihat pojok dari tampilan aplikasi, sebuah nama dari salah satu Tim Aplikasi Database.

A: “Itu pak B ya?”
N: “Iya, kenapa? Njenengan kenal?”
A: “Iya. Pak B dari Kampus U** kan?”

Lalu saya teringat cerita Pak B bahwa ada ibu dari mahasiswinya yang menjadi pegawai di Pemda X. yang duduk di kursi dekat pintu menghadap ke timur.

N: “Oh, njenengan dari U**?”
A: “Iya”
N: “Ee… maaf, Ibu-e njenengan pegawai di Pemda X?”
A: (Tersenyum)
N: “Oh… Maaf…”


(Pantes sampai sekarang ga ada kabar jadi pesen apa ngga’)

Kata-kataku hilang

Aku masih berdiri
Cahaya semakin mengecil, menjauh…
Suara semakin sepi, hening…
Ruang semakin hampa, kosong …

Kulihat mereka di kejauhan
Dalam benderang cahaya
Menemukan jalannya
Menatap dengan keyakinan

Aku masih disini
Dengan lentera yang hampir padam

Aku bingung
Ada apa dengan langkahku
Ada apa dengan lenteraku
Ada apa dengan ruangku

Langkah terseok
Bangkit saat sayup terdengar suara
Memanggil dari ujung sana…

Pagi

Kabut memeluk desa membuat ilusi keindahan
Menutup langit dari pandangan
Jemarinya terselip diantara pepohonan
Membisikkan misi dari Tuhan

Pusat bimasakti memamerkan cahayanya
Melukis garis tegas diantara dedaunan
Kehangatannya menerpa makhluk berakal
Mengiringi kesibukan mencari sambung hidupnya

Saat makhluk bersayap berdzikir
Keluar dari sarang berharap pulang kenyang
Hanya makhluk yang bisa berfikir
Terkadang lupa ia harus pulang

Guru Teladan

Sudah jam 7.15 . Saya berangkat dengan tergesa-gesa. Perjalanan dari rumah ke sekolahan biasanya 20 menit. Seperti biasa jadwal sekolah kalau hari sabtu masuknya jam 7.30. Saya memacu ‘mbak Vega’ dengan cepat biar tidak telat sampai di sekolah, biar ada persiapan untuk ngajar anak2.

Begitu sampai di sekolah, saya terkejut. Ternyata anak2 diliburkan dan tidak ada satupun siswa yang masuk. Bahkan gerbang pun tidak dibuka.

Saya merasa ‘mangkel’. “Bener2 ga professional ini sekolahan. Ekstra diliburkan kok gurunya tidak diberi tahu”. Lalu saya ambil HP dan saya telpon Kepala Sekolah. Saya ingin klarifikasi. Berkali-kali saya telpon jawabannya selalu saja mailbox. Dengan perasaan campur aduk, akhirnya saya putuskan untuk pulang saja.

Sebelum pulang saya mampir ke rumah kakak saya yang kebetulan dekat dengan sekolah tempat saya mengajar. Lalu saya menceritakan kejadian tadi kepada kakak saya. Setelah mendengar cerita saya, kakak saya malah tertawa. Saya bertanya kenapa dia tertawa. Dia menjawab “Sekarang kan tanggal merah”

Bukan Mega, tapi Awan


'Asar di Masjid Darussalam Pringwulung

Kuli Sawah Tadah Hujan

Alhamdulillah, saya masih diberikan nikmat oleh Alloh untuk ‘macul’ di ‘sawah’, walaupun ‘sawah’ itu sawah tadah hujan, bahkan milik orang lain.

Musim hujan mungkin terasa panas. Dirasakan dan dikeluhkan orang2 kantoran yang bekerja di balik meja. Tapi bagi seorang petani dan kuli macul ‘sawah’ seperti saya merupakan waktu yang tepat untuk mengolah sawah untuk ditanami padi biar bisa panen pada musim itu.

Jika musim kemarau datang, mungkin saya tidak bisa menanam padi seperti layaknya para pemilik atau pengolah sawah irigasi. Tapi saya menanaminya dengan tanaman lain yang tidak memerlukan curahan air hujan. Ya mungkin ketela, atau apalah. Mesti muter otak biar sawah bisa menghasilkan.


Bagi seorang kuli macul sawah seperti saya, merupakan impian punya sawah sendiri. Yah walaupun masih nguli macul di sawah orang lain, paling tidak saya punya pekarangan kecil yang bisa dimanfaatkan. Siapa tahu dengan memaksimalkan pekarangan sendiri, kelak bisa diperluas, dan menjadi juragan sawah atau tuan tanah yang bisa membantu orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.